Literasi Seputar Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Peringatan Isra’ dan Mi’raj sudah menjadi isu strategis tahunan yang diperingati umat Islam di Indonesia. Peristiwa ini sudah menjadi moment untuk mengedukasi umat dalam menggali makna dan hikmah yang dikandungnya dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Peristiwa Isra’dan Mi’raj secara sederhana dapat diartikan sebagai perjalanan Muhammad saw, di malam hari dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsho di Palestina, kemudian terus ke langit sampai ke Sidratul Muntaha ( pohon kearifan yang paling tinggi) dan kembali ke Makkah. Peristiwa ini di jelaskan Allah dalam Qs. Al-Isra’ ayat 1 yang artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” ( Qs.A Isra; 17 ; 1 ).
Di kalangan umat Islam terdapat dua standar ukuran untuk meng-imani
peristiwa Isra’ dan Mi’raj yaitu; pertama , bagi mereka yang masih tertinggal
dalam iptek hanya sekedar percaya begitu saja dan kedua , mereka yang sudah
lebih maju di bidang iptek , mereka tak hanya percaya tetapi juga melakukan
analisis sesuai kapasitas ilmu dan pengetahuannya untuk mempercayai peristiwa
tersebut . Walaupun demikian iptek tetap saja tidak mampu menjawab rahasianya
sehingga peristiwa tersebut tetap merupakan peristiwa penuh misteri dan luar
biasa. Iptek hanya bisa menjawab dan menjelaskan peristiwa perjalanan Nabi
Muhammad saw, dari Majid al-Haram ke Masjid al-Aqsho.
Memahami peristiwa luar biasa Isra’ Miraj memiliki jangkauan tersendiri
sesuai dengan tingkat kemajuan iptek dan peradaban manusia. Dalam dunia modern
dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi maju seperti saat ini, manusia
belum merasa puas jika peristiwa luar biasa itu hanya diimani begitu saja tanpa
dibarengi dengan hikmah pengetahuan di dalamnya. Apalagi prestasi modernisasi
telah mengantarkan masyarakat global ke era disrupsi dengan segala
tantangannya. Maka untuk menggali hikmah tersebut artikel ini akan menjelaskan
bagaimana literasi Isra’ Mi’raj dalam dimensi peradaban modern saat ini.
Dimensi yang kita maksud adalah dimensi Tenologi dan dimensi cinta. Kedua
dimensi ini menjadi factor yang sangat urgen karena di era disrupsi yang penuh
perubahan, telah menyebabkan banyak manusia yang kehilangan cinta akibat
pengaruh teknologi. Tentu yang kita maksudkan di sini bukanlah cinta menurut
Romeo dan Juliet tetapi yang kita maksudkan adalah cinta sejati kepada Allah
swt dan Rasul-Nya. Cinta sejati adalah cinta bersama Allah swt melalui ibadah
dalam berbagai bentuknya. Kehidupan dengan Ibadah ibarat dua mata pisau yang
tak dapat dipisahkan, dalam hal ini khususnya ibadah sholat. Melalui sholat
timbulnya cinta dan bukti cinta sejati adalah sholat.
Di era disrupsi, teknologi dan cinta tak dapat dipisahkan. Teknologi dan
cinta adalah denyut nadi kehidupan. Di era ini manusia hidup dalam semangat
teknologi dan semangat cinta sekaligus. Kedua factor ini telah menjadi
kenderaan menuju cita-cita kehidupan bagi peradaban modern, dan bahkan telah
menjadi nafasnya kehidupan itu sendiri. Akibatnya cinta sejati terpisah dengan
ibadah. Padahal menurut Prof. Dr. Jeffery Lang ( peneliti muslim di Universitas
Kansas AS ), dalam bukunya “Mengapa Harus Beribadah”, berpendapat bahwa bagi
orang Islam, ibadah sholat adalah sebuah pintu menuju nafas kehidupan, suatu
kehidupan yang lebih nyata dan lebih hidup dari pada apapun di muka bumi, dan
akhirnya dahaga akan kehidupan dan cinta Ilahi ini menaklukkan segalanya. Lalu
pertanyaannya adalah bagaimana literasi Isra’ Mi’raj dalam dimensi peradaban
modern ?
Pertama : Literasi dalam
dimensi Teknologi. Isra’ Mi’raj dalam dimensi teknologi memandang bahwa
peristiwa luarbiasa yang terjadi pada diri Muhammad saw, mendorong lahirnya
pemahaman melalui pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi ( riseach ). Dalam
dimensi ini Allah swt menginginkan manusia tidak hanya cukup dengan beriman
begitu saja kepada peristiwa Isra’Mi’raj, tetapi jauh dari itu disamping
beriman dengan kuat manusia juga dituntut memahami dengan pendekatan riseach keilmuan.
Melalui pendekatan ini terungkap isyarat Allah swt bahwa agar umat Islam harus
bangkit dan bersungguh-sungguh mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai pelengkap peradaban manusia modern.
Dalam perjalanan Rasulullah saw dengan mengederai Buraq (
kenderaan samawi ) adalah symbol kecepatan perubahan yang terjadi hari ini
akibat teknologi. Perangkat teknologi yang dihasilkan dapat melebihi kecepatan
cahaya sebagaimana pesawat terbang supersonic. Dalam hal ini sebagaimana yang
di firmankan Allah swt, dalam Qs, ar-Rahman : 33 : Yang artinya : “Hai
jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”
( Qs, ar-Rahman : 33 ).
Pendekatan di atas merupakan penajaman intelektual manusia untuk menguasai
teknologi dalam arti yang seluas-luasnya. Pada dimensi ini peristiwa
Isra’-Mi’raj telah memperkenalkan dua dunia sebagaimana yang sedang kita alami
sa’at ini yaitu dunia nyata dan dunia maya. Teknologi sesungguhnya membantu
meningkatkan partner-ship antara manusia dengan khalik-nya.
Melalui teknologi manusia memodivikasi ciptaan-Nya kedalam bentuk, warna dan
wujud yang dibutuhkannya untuk kelangsungan kehidupan di bumi. Sebab itu teknologi
pada hakikatnya adalah rahmat Allah swt yang wajib disyukuri dengan cara terus
mengoptimalkan kegunaannya bagi manusia dan meminimalkan mudhratnya bagi
kehidupan. Implementasi tersebut kita sebut sebagai
kesadaran teknologi atau technical awareness.
Kesadaran teknologi adalah kesadaran akan penguasaan, penggunaan dan
pengembangan teknologi. Umat Islam harus menguasai teknologi sebagai “buraq”
untuk proses pembelajaran ( literacy ) iman dan taqwa untuk
kemudian di sadari bahwa teknologi memiliki dampak buruk bagi kehidupan .
Dampak buruk yang terjadi itu adalah akibat penggunaan teknologi yang tidak
oleh ahlinya, tempatnya dan fungsinya.
Kedua : Literasi dalam dimensi cinta. Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah literasi yang
mengajarkan puncak cinta kepada Allah swt. Dalam peristiwa ini Rasulullah saw diperjalankan
atas kehendak Allah swt, melintasi ruang dan waktu dengan basis langit dunia
dan sidratul muntaha. Perjalanan Rasulullah saw, melintasi sidratul muntaha
menuju Arasy Allah swt , menginformasikan banyak peristiwa luar biasa di luar
jangkauan aqal manusia. Umpamanya para malaikat dan ruh para Nabi dan Rasul
mengucapkan selamat kepada Beliau. Dalam sebuah lagu rakyat Lembah Indus, yang
digubah pada abat ke-18 M, menyampaikan salam kepada nabi Muhammad saw dengan
berkali-kali mengucapkan selamat datang kepadanya sebagaimana pernah di ucapkan
oleh para malaikat dan jiwa-jiwa yang diberkahi di surga.
Perjalanan Isra’- Mi’raj adalah perjalanan malam penuh misteri menembus
langit, yang telah meng-ilhami literature dunia islam lebih komprehensif
dibandingkan kisah tentang berbagai keajaiban yang menyertai kelahirannya.
Dalam sudut pandang teolog maupun sufi, kenaikan Nabi ke Sidratul
Muntaha jauh lebih penting dalam Heilsgeschichte (
hostory keselamatan ) Ilahi dibandingkan Maulid, karena Beliau ( saw )
diperjalankan dengan kenderaan samawi ( Buraq ), dalam
melintasi langit di Sidratul Muntaha, kemudian Mi’raj untuk misi yang amat
berat yaitu menjemput sholat sebagai kewajiban utama bagi umat Islam.
Sholat adalah pintu menuju ridha Allah swt, karena pertama kali amal
manusia akan dihitung adalah sholat. Tak ada sa’at yang paling istimewa selain
sa’at sholat, karena disitulah manusia menghadap langsung dengan Allah swt. Zat
Yang Maha Cinta dan mencintai hamba-Nya, Yang pengasih dan penyayang kepada
makhluk-Nya. Sholat adalah ibadah yang sangat ampuh meruntuhkan tembok
kesombongan dan keserakahan. Di dalam sholat terdapat gerakan sujud sebagai
makna terdalam dari keta’atan manusia kepada Allah swt. Sujud adalah kesadaran
ruhani untuk merendahkan diri kita agar kita dekat dengan Allah swt. Maka
selama kita masih membangun tenbok keangkuhan dan kesombongan diri, kita tidak
akan pernah bisa mendekati-Nya.
Dari dua dimensi tersebut , dapat kita simpulkan bahwa dimensi teknologi
dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj dapat mengedukasi manusia akan kesadaran
teknologi. Teknologi harus disyukuri dengan penggunaan yang tepat dan
menghilangkan mudharrat. Sikap ini adalah sikap hati yang mi’raj dengan
mengamalkan petunjuk Allah swt dan Rasul-Nya dalam penggunaan teknologi sebagai
bentuk peradaban manusia.
Selanjutnya dimensi cinta dalam peristiwa Isra’Mi’raj adalah perasaan hati
yang terpana dan cenderung merasakan dekat dengan Allah swt diwaktu sholat.
Sebab itu sholat adalah pengukur barometer iman. Dengan sholat iman seseorang
ditimbang. Dengan sholat tercapailah kedudukan dan kedekatan seseorang dengan
Allah swt, sebab sholat adalah tempat bermunajat dan berdekatan dengan Allah
tiada perantara antara diri seseorang dan Robnya, seakan-akan dia sedang berada
di Sidratul Muntaha yang senantiasa berdialog dengan yang
dicintai. Inilah mi’rajnya orang-orang beriman sebagai buah cinta kepada Allah
swt.
Join the conversation