Piil Pesenggiri: Pedoman Hidup Masyarakat Lampung
Pi'il Pesenggiri ini dijadikan sebagai landasan berpikir, bertindak dan berperilaku oleh masyarakat Lampung dimanapun mereka berada. Pi'il Pesenggiri terdapat nilai-nilai dan norma yang mengatur tata hidup masyarakat Lampung. Pi'il Pesenggiri ini terdapat nilai-nilai luhur dan hakiki yang menunjukkan kepribadian serta jati diri dari masyarakat Lampung, karena nilai-nilai luhur yang ada didalam falsafah hidup tersebut sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat Lampung.
Secara filosofis, Piil Pesenggiri merupakan falsafah yang berkaitan dengan kehormatan dan harga diri. Piil Pesenggiri mengajarkan seorang individu untuk senantiasa memiliki sikap pantang menyerah dalam mempertahankan harga diri dan martabatnya serta keluarganya. Falsafah ini melekat bersama empat prinsip lain, yaitu Juluk Adek, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai Sambayan.
Juluk Adek adalah prinsip tentang keberhasilan seseorang yang diperoleh dengan menjaga gelar adat yang melekat pada orang tersebut. Juluk berarti nama panggilan dan Adek berarti gelar. Masyarakat adat Lampung sangat menghargai gelar adat seseorang sehingga penting bagi mereka untuk menjaga gelar tersebut sebaik-baiknya dengan tidak melakukan perbuatan tercela. Hal ini disebabkan karena gelar adat sangat mempengaruhi kedudukan seseorang beserta pembagian kerja di dalam masyarakat.
Nemui Nyimah adalah prinsip penghargaan terhadap tamu atau pendatang. Nemui bermakna keterbukaan masyarakat adat Lampung dalam menerima tamu yang berkunjung ke wilayah mereka atau sebaliknya. Sementara itu, Nyimah mengandung arti pemberian bingkisan kepada tamu sebagai tanda kekerabatan. Pada prinsipnya, Nemui Nyimah adalah keramahan yang ditunjukkan oleh masyarakat adat Lampung terhadap tamu atau pendatang yang berkunjung ke wilayah mereka. Masyarakat adat Lampung secara terbuka menerima orang yang berkunjung dan secara senang hati memberikan sesuatu sebagai tanda pengingat atau kekerabatan.
Nengah Nyappur merupakan prinsip pergaulan sebagai kelanjutan dari Nemui Nyimah. Nengah berarti bergaul ke tengah-tengah masyarakat, sementara Nyappur bermakna berbaur dengan masyarakat lain. Prinsip ini menunjukkan sifat masyarakat adat Lampung yang suka bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat lain. Tujuan dari prinsip ini adalah untuk menjalin kerukunan dan kekeluargaan di tengah masyarakat.
Prinsip terakhir adalah Sakai Sambayan yang merupakan prinsip kerja sama dan tolong-menolong. Sesakai bermakna tolong-menolong dan Sesambaian bermakna bergotong-royong. Masyarakat adat Lampung sangat menyadari bahwa nilai-nilai kolektif atau kebersamaan merupakan sesuatu yang penting sehingga mereka saling tolong-menolong dan bergotong-royong dalam melakukan suatu pekerjaan. Nilai kebersamaan ini biasanya tecermin dalam pelaksanaan upacara adat atau ketika musim panen tiba.
Keempat prinsip di atas tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena keempatnya merupakan rangkaian yang tidak terputus. Masyarakat adat Lampung sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut untuk melindungi martabat atau kehormatan mereka. Terlebih, masyarakat adat Lampung hidup berdampingan dengan masyarakat pendatang dari suku lain yang tinggal di Provinsi Lampung.
Pada perkembangannya, masyarakat adat Lampung mulai mengalami pergeseran paradigma berpikir terhadap falsafah Piil Pesenggiri. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya karena, populasi masyarakat adat Lampung yang semakin terpinggirkan karena kedatangan masyarakat pendatang dari luar Lampung. Dalam sejarahnya, Provinsi Lampung sejak masa kolonial Hindia Belanda telah digunakan sebagai tujuan transmigrasi untuk memindahkan wilayah padat penduduk di Pulau Jawa dan Bali. Sehingga piil pesenggiri pun sudah jarang terdengar penggunaan nya di kalangan masyarakat Lampung.
Oleh sebab itu, sebagai masyarakat Lampung tidak peduli dari suku apapun kita harus tetap menjaga kelestarian budaya Lampung termasuk untuk tetap memegang teguh pedoman hidup kita yaitu Piil Pesenggiri.
Join the conversation